Punya pengalaman kerja kantoran selama hampir 10 tahun mau ga mau membuat saya jadi mengerti berbagai gaya kepemimpinan.
Lalu bagaimanakah sikap yang pantas seorang atasan/pemimpin terhadap bawahannya?
Ada yang disegani karena atasannya baik, mudah bergaul dan tidak mengambil jarak, belum lagi kalo hobi nraktir *hehe ini sih pengalaman pribadi*
Dan ada juga yang sebaliknya, tidak disegani, bisa jadi karena galak, hanya bisa memerintah, tidak merakyat, merasa pegang jabatan sehingga jadi menjaga jarak, dsb.
Sumber: google |
Semua kembali ke diri masing-masing.
Termasuk bagaimana si bawahan ini bisa menerima dan menyesuaikan diri dengan kondisi atasannya.
Tapi ada satu hal yang pasti diketahui oleh saya pribadi, bahwa dalam dunia kerja, etika terhadap sesama pegawai itu penting.
Termasuk etika pemimpin terhadap bawahannya.
Iya, etika dari atas ke bawah :)
Saya teringat, beberapa kali saya melakukan kesalahan dalam bekerja, entah itu berkaitan dengan pekerjaan maupun dalam hal perilaku kedisiplinan. Dan setiap kali itu pula saya dipanggil secara personal oleh atasan saya.
Diajak bicara baik-baik, dan akhirnya ketemu solusi/jalan keluar yang terbaik.
Tidak pernah ada sejarahnya selama 10 tahun itu saya, misalnya, "dipermalukan" di depan pegawai lain hanya karena ada kesalahan dalam pekerjaan.
Karena sebagai seorang pemimpin, sudah seharusnya bisa membina hubungan baik dengan bawahan, termasuk dalam hal pembinaan yang menjadi tanggung jawabnya.
Biar bagaimanapun, tanpa bawahan, apalah artinya seorang pemimpin bukan? :)
Gaya kepemimpinan seperti inilah yang saya coba aplikasikan dalam kondisi pekerjaan saya saat ini.
Mencoba untuk mendengar, melihat, dan merasakan terlebih dahulu sebelum memutuskan langkah selanjutnya.
Sebisa mungkin saya membina hubungan baik dengan partner kerja saya, apalagi pekerjaan saya saat ini mengharuskan untuk berhubungan dengan orang yang mungkin tidak pernah saya temui sebelumnya, dan sebagian besar aktivitas dengan mereka pun tidak dilakukan pada ruang yang sama alias tidak bertatap muka.
Sebisa mungkin saya membina hubungan baik dengan partner kerja saya, apalagi pekerjaan saya saat ini mengharuskan untuk berhubungan dengan orang yang mungkin tidak pernah saya temui sebelumnya, dan sebagian besar aktivitas dengan mereka pun tidak dilakukan pada ruang yang sama alias tidak bertatap muka.
Oleh sebab itu, hal pertama yang harus saya tekankan pada diri sendiri adalah rasa PERCAYA.
Tidak kurang, dan tidak lebih.
Saya berusaha untuk mengenal latar belakang mereka.
Salah satunya adalah dengan mengenal berapa usia mereka.
Orangtua saya mengajarkan sejak kecil, etika berbicara/berkomunikasi dengan orang yang lebih tua harus dijaga.
Yang muda menghormati yang lebih tua, kira-kira seperti itu bahasa gampangnya :)
Nah, disini kejelian saya sebagai seorang pemimpin benar-benar diuji, berusaha untuk lebih banyak mendengar, berusaha untuk lebih bisa memahami, berusaha untuk lebih bisa bijaksana dalam bersikap, karena pada dasarnya kami semua dipertemukan karena adanya kesamaan visi.
Karena memiliki tujuan yang sama itulah, maka harus bisa dipastikan pula apa yang mereka kerjakan harus sejalan dengan visinya.
Lalu bagaimana jika partner kerja tersebut melakukan kesalahan?
Pertama, hubungi secara personal,
kedua, cari tahu dulu duduk permasalahannya,
dan ketiga, baru bisa dicari pemecahannya.
Itulah apa yang saya aplikasikan selama ini.
Jadi, bukan asal jedar-jeder aja menyudutkan mereka tanpa mencari tahu informasi yang sebenarnya. Apalagi dalam pekerjaan saya ini bisa dibilang kekuatannya adalah si manusia itu sendiri, bisnis manusia. Maka sudah seharusnya memelihara hubungan baik dengan "aset" sendiri.
Mudah-mudahan apa yang saya sampaikan dalam tulisan ini bisa bermanfaat untuk para leader dan calon leader, bahwa membina hubungan baik, juga harus dilakukan dalam setiap proses pembinaannya.
Etika seorang leader terhadap partner kerjanya, harus terus dijaga.
Catatan:
Dunia maya, rentan dengan berbagai macam berita yang mungkin belum tentu kebenarannya. Sekali kita salah memberikan informasi, mungkin, hanya karena untuk mencari sensasi, traffic, atau apapun itu, dan kemudian disebar dengan begitu cepatnya, bisa dibayangkan bagaimana efeknya?
Dunia maya, rentan dengan berbagai macam berita yang mungkin belum tentu kebenarannya. Sekali kita salah memberikan informasi, mungkin, hanya karena untuk mencari sensasi, traffic, atau apapun itu, dan kemudian disebar dengan begitu cepatnya, bisa dibayangkan bagaimana efeknya?
Yuk lebih berhati-hati dalam lisan dan tulisan.
Setiap kebaikan dan keburukan pasti dibalas dengan adil, meskipun hanya sebesar zarrah. Baik itu di dunia maupun di akhirat kelak.
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula” (QS. Az Zalzalah: 7-8).
Regards,
Tasya
0 comments:
Post a Comment